Telah kulewati masa itu,
saat logika bertanya, apakah kata-katamu masih dapat didengar? Terdiam. Hati ini memang sudah tiada lagi yakin atas apa yang ia katakan. Lalu masihkah ia dapat diandalkan, untuk memilih sendiri penghuninya?
Ya, ia telah redup. Bahkan ketika hembusan cinta menyentuhnya, ia tak lagi dapat bersinar, kecewa. Mati rasa? Tidak. Ia hanya merasa, cinta itu pula yang dulu sempat meluluhlantakannya, sehingga ia tak lagi ingin bersinar karenanya - bahkan meredup.
Dalam sujud panjangnya, ia katakan untuk tidak lagi mencinta, dengan cinta yang lama. Yang menyakiti hati, yang mematikan nurani, yang menjauhkan Illahi. Dalam derai air matanya, ia hanya ingin langit tersenyum, menghantarkan keteduhan. Ia harapkan bintang berkilauan, menjanjikan indah tanpa keburukan.
Ia telah menutup setiap pintu, dengan mantap. Ia tak ingin kekecewaan mengetuk pintunya kembali. Ia tak mengharapkan cinta dengan seribu sembilu menyapanya. Pintu itu telah bertanda, tertutup - setidaknya untuk sementara.
Terkesiap! Seseorang telah mengetuk pintu itu. Kemudian menyadarkannya atas kunci yang menggelayut digagangnya. Ia mungkin tak berkesempatan memasukinya. Mengetuknya sekali lagi - tak ada jawaban. Lalu berbalik, melangkah pergi.
Sekejap saja pandangan ini berubah, segalanya menjadi berbayang. Ku tatap langit, buram. Ku tatap sekeliling, hening. Inikah yang kau inginkan? Seketika bening membasahi jendela hati. Apa yang ku lakukan?
Lalu kulihat banyak hati yang menghampirinya, sakit. Mengapa harus ada sakit? Bukankah kunci itu telah kupasang dengan sempurna? Sesekali ia menoleh kearah pintuku, mungkinkah ia berharap pintu itu kelak akan terbuka?
Bercermin, menyelami diri...
Lalu apa yang harus aku lakukan? Membuka pintu yang selama ini kututup rapat, lalu mengejarnya? Meminta kembali? Apakah itu tidak cukup memalukan? Jikapun ia adalah jodohku, bukankah kelak ia akan datang kembali?
Astaghfirullohaladziim...
Ya Rabb, Dzat yang jiwaku ada dalam genggamanMU, aku mohonkan petunjuk atas ketidak-berdayaan ini, tidak dapat kuputuskan apa yang harus kuperbuat. Engkau Maha Tahu apa yang kuperbuat ini bukanlah untuk mengkufuri nikmatMu, semata untuk menjaga hatiku. Hanya saja, diri ini hanyalah manusia yang tiada mungkin bisa bersih dari kesalahan. Mungkin diri ini telah salah menyikapi apa yang seharusnya terjadi.
Rabb,
Jika ia adalah jawabanMu atas semua do'aku
Jika ia adalah pengabulanMu atas semua harapanku
Jika ia adalah kirimanMu atas kekosonganku
Jika ia adalah kebaikanMu atas segala keburukan yang menimpaku
Sungguh,
Engkau Maha Kuasa untuk tak membuatnya berpaling
dan sungguh,
Engkau Maha Berkehendak untuk membuatnya kembali pada pintu ini
dan sungguh,
Engkau Maha Tahu apa yang terbaik untuk dirinya, pun untuk diriku
dan sungguh,
Engkau Maha Mengabulkan do'a-do'a yang tulus dipanjatkan
Rabb,
bukankah janjiMu adalah pasti?
bukankah hanya ketetapanMu yang terjadi?
bukankah rencanaMu yang Maha Teliti?
Berikanlah jalan,
untuk mengetuk pintu hatinya
jika Kau Tetapkan ia untukku
Berikanlah keteguhan hati,
untuk menapak langkah kaki
menyusuri kemana ia pergi
Berikanlah kemantapan,
untuk tak lagi ragu
dihatiku, pun di hatinya
Berilah penerangan atas hikmah
yang Kau sembunyikan dibalik peristiwa
Jika dia tak Kau takdirkan untukku
biarkan hati ini tenang karena telah menempuh
jalan yang Kau ridhai
Allohumma aamiiin...
Post Comment
READ MORE - Kau kah Cahaya?
saat logika bertanya, apakah kata-katamu masih dapat didengar? Terdiam. Hati ini memang sudah tiada lagi yakin atas apa yang ia katakan. Lalu masihkah ia dapat diandalkan, untuk memilih sendiri penghuninya?
Ya, ia telah redup. Bahkan ketika hembusan cinta menyentuhnya, ia tak lagi dapat bersinar, kecewa. Mati rasa? Tidak. Ia hanya merasa, cinta itu pula yang dulu sempat meluluhlantakannya, sehingga ia tak lagi ingin bersinar karenanya - bahkan meredup.
Dalam sujud panjangnya, ia katakan untuk tidak lagi mencinta, dengan cinta yang lama. Yang menyakiti hati, yang mematikan nurani, yang menjauhkan Illahi. Dalam derai air matanya, ia hanya ingin langit tersenyum, menghantarkan keteduhan. Ia harapkan bintang berkilauan, menjanjikan indah tanpa keburukan.
Ia telah menutup setiap pintu, dengan mantap. Ia tak ingin kekecewaan mengetuk pintunya kembali. Ia tak mengharapkan cinta dengan seribu sembilu menyapanya. Pintu itu telah bertanda, tertutup - setidaknya untuk sementara.
Terkesiap! Seseorang telah mengetuk pintu itu. Kemudian menyadarkannya atas kunci yang menggelayut digagangnya. Ia mungkin tak berkesempatan memasukinya. Mengetuknya sekali lagi - tak ada jawaban. Lalu berbalik, melangkah pergi.
Sekejap saja pandangan ini berubah, segalanya menjadi berbayang. Ku tatap langit, buram. Ku tatap sekeliling, hening. Inikah yang kau inginkan? Seketika bening membasahi jendela hati. Apa yang ku lakukan?
Lalu kulihat banyak hati yang menghampirinya, sakit. Mengapa harus ada sakit? Bukankah kunci itu telah kupasang dengan sempurna? Sesekali ia menoleh kearah pintuku, mungkinkah ia berharap pintu itu kelak akan terbuka?
Bercermin, menyelami diri...
Jika dalam sujud panjangmu kau memohon padaNya memberikanmu sebongkah hati, sedang ada yang menghampirimu dengan jalan yang diridhai-Nya, mengapa kau tak membuka hatimu?
Jika dalam setiap bait do'amu, kau mengharap IA yang memilihkannya untukmu, mengapa kau tolak pengetuk hatimu? Bukankah bisa jadi dialah yang Tuhan kirimkan untukmu?
Jika dalam diammu, adalah kekuatan bagimu. Pun telah kau sematkan do'a itu disepertiga malammu, bahkan pada malam yang ganjil yang Alloh janjikan kemuliaan Lailatur Qadar. Lalu ketika Tuhan memberikan jalan untuk mengikrarkannya, mengapa kau begitu pengecut? Membiarkan pergi hati yang tak kau ketahui sama sekali?
Lalu apa yang harus aku lakukan? Membuka pintu yang selama ini kututup rapat, lalu mengejarnya? Meminta kembali? Apakah itu tidak cukup memalukan? Jikapun ia adalah jodohku, bukankah kelak ia akan datang kembali?
Lalu kau letakkan dimana usahamu menjemput jodohmu? Kau berdo'a siang malam tapi tak berniat berusaha? Sesombong itukah dirimu? Bukankah Khadijah telah menjemput jodohnya dan tak berkurang sedikit pun kemuliaan dari dirinya?Lalu bagaimana jika dia bukan jodohku? Bukankah hanya kesakitan yang akan kuterima? Bagaimana jika dia mengundurkan diri ketika mengetahui detail tentangku? Bahkan aku tidak punya apa-apa untuk dibanggakan? Harta? Keluarga yang utuh?
AGAMA, itu yang harus kau punya melebihi segalanya. DIA telah menimpakan kesakitan yang (jauh) lebih dalam kepadamu, agar kau dapat yakin pada dirimu, bahwa kau mampu menghadapi kesakitan yang biasa-biasa saja. Mengapa kau merasa begitu lemah?
Lalu mengapa kau berburuk sangka bahwa dia yang telah dikirimkan padamu begitu munafiknya memandang harta dan keluargamu? Ketika telah kau tempuh jalan yang DIA sukai, mengapa kau mengharapkan hasil yang kau sukai? Bukankah cukup DIA saja yang Maha Berkehendak, mengapa kau begitu ragu atas kebaikan yang kelak IA Kehendaki?
Astaghfirullohaladziim...
Ya Rabb, Dzat yang jiwaku ada dalam genggamanMU, aku mohonkan petunjuk atas ketidak-berdayaan ini, tidak dapat kuputuskan apa yang harus kuperbuat. Engkau Maha Tahu apa yang kuperbuat ini bukanlah untuk mengkufuri nikmatMu, semata untuk menjaga hatiku. Hanya saja, diri ini hanyalah manusia yang tiada mungkin bisa bersih dari kesalahan. Mungkin diri ini telah salah menyikapi apa yang seharusnya terjadi.
Rabb,
Jika ia adalah jawabanMu atas semua do'aku
Jika ia adalah pengabulanMu atas semua harapanku
Jika ia adalah kirimanMu atas kekosonganku
Jika ia adalah kebaikanMu atas segala keburukan yang menimpaku
Sungguh,
Engkau Maha Kuasa untuk tak membuatnya berpaling
dan sungguh,
Engkau Maha Berkehendak untuk membuatnya kembali pada pintu ini
dan sungguh,
Engkau Maha Tahu apa yang terbaik untuk dirinya, pun untuk diriku
dan sungguh,
Engkau Maha Mengabulkan do'a-do'a yang tulus dipanjatkan
Rabb,
bukankah janjiMu adalah pasti?
bukankah hanya ketetapanMu yang terjadi?
bukankah rencanaMu yang Maha Teliti?
Berikanlah jalan,
untuk mengetuk pintu hatinya
jika Kau Tetapkan ia untukku
Berikanlah keteguhan hati,
untuk menapak langkah kaki
menyusuri kemana ia pergi
Berikanlah kemantapan,
untuk tak lagi ragu
dihatiku, pun di hatinya
Berilah penerangan atas hikmah
yang Kau sembunyikan dibalik peristiwa
Jika dia tak Kau takdirkan untukku
biarkan hati ini tenang karena telah menempuh
jalan yang Kau ridhai
Allohumma aamiiin...
Kutuliskan untuk hati yang kelak menemaniku,
diantara jalan gelap berliku,
kutemukan kau : Cahaya Hati
Post Comment