WELCOME to MY BLOG

Bagi akhi & ukhti yang ingin meng-copy catatan ato artikel di blog ini, mohon cantumkan sumber setiap catatan di tersenyumlah-hati.blogspot.com demi menjaga keaslian tulisan / karya ato share dilaman networking via share tool dibawah setiap catatan...

Mari berbagi...


- Tersenyumlah -

Senin, 21 November 2016

E.n.o.u.g.h


Kau tahu kekasihku, jatuh cinta padamu membuatku mengerti dua hal. Cinta yang kurasakan menjauhkanku dari mendung duka, tapi juga mendekatkanku pada ketakberdayaan yang melukakan. Saat aku berpikir telah menemukan kebahagiaan, tetiba aku jatuh ke dalam jurang yang gelap. Gelap yang membuatku sesak. Lama kelamaan aku menjadi sulit bernafas, dan akhirnya lemas tak berdaya. Aku mencoba bangkit kembali dan berjalan. Berusaha mengukir senyum di bibir seolah aku baik-baik saja. Tapi kenyataannya aku tidak baik-baik saja. Aku terluka.

Ketika  kau begitu jatuh dalam cinta, itu sama artinya kau terjebak dalam api yang membara. Api yang membakar sekujur jiwamu, Tak ada lagi tempatmu berlari. Api cinta terus mengikutimu, membelenggumu, membuatmu hangus terbakar. Dan saat kau menyadarinya, semua telah terlambat. Tak ada pilihan untukmu selain meluruh bersamanya menjadi abu. 

Begitupun aku.

Saat kita begitu mencintai seseorang, terkadang kita lupa mencintai diri sendiri. Rela terluka demi cinta yang kita pikir akan memberi kebahagiaan. Tapi jalan takdir manusia tak selalu seperti yang kita inginkan. Kau yang semakin tak perduli, dan aku yang semakin berlebih mencintaimu. Kau yang terus menjauh, dan aku yang semakin kelelahan berusaha meraih pelukmu. Lalu di titik mana pada akhirnya kita akan menyatu? 

Atau memang sudah waktunya aku berhenti. Kembali membenahi hati. Menyiapkan ruang di dalam hati untuk sebuah keikhlasan. Keikhlasan untuk melepasmu. Aku yang telah meng-abu, sudah terlambatkah untuk semua itu...


Kini, semakin aku mencoba - meyakinkan diriku bahwa aku baik-baik saja, semakin aku menyadari pula bahwa aku sama sekali tidak baik-baik saja. Aku yang semakin berharap, dan kau yang makin menjauh, membuat jiwaku mengaduh.

Orang bijak berkata padaku : Jatuh cintalah padanya, tetapi janganlah kau mengejarnya! Tetapi akulah yang bersalah -- yang tak menghiraukan tetua bijak, hingga membiarkan jiwa ini lelah mengejarmu. Letih, merintih.

Jika saja angin sanggup menyampaikan padamu, jiwa ini tengah berteriak...
Berhentilah tuan, berhenti. Janganlah terlalu jauh engkau berlari. Aku sungguh khawatir, suatu saat kau lengah menyadari bahwa aku sudah lama berhenti... memimpikanmu ada disisi.

Ketika itu, penyesalan sedikitpun takkan pernah berguna. Berlarilah, sejauh mungkin - sepuas hatimu, tetapi jangan pernah lagi berbalik badan. Karena ketika itu, mungkin aku sudah tak disana.

Kau terlambat tuan...

Kepergianmu yang lalu
telah sangat menyadarkanku
bahwa aku telah sampai pada batas lelahku
Tak perlu mencariku
kesempatanmu telah berlalu
bersama rinduku dahulu
-- Because I've say enough. --



READ MORE - E.n.o.u.g.h

Rabu, 06 April 2016

Restu


 Aku mengenalnya. Setidaknya begitu menurutku. Entah dengan apa ia menyebut dirinya, tapi aku tak merestuinya. Ia tak boleh terdiam ditempat yang sama.

Penting atau tidaknya restu itu baginya, aku takkan menyerah. Ia telah berjalan jauh, jauh sekali. Sampai pada saat lengan ini tak sanggup menggapainya, saat mata ini tak mampu lagi menangkap bayangnya. Aku tetap berusaha menggapainya.

Hingga pada saat aku telah berlari begitu hebatnya, ku genggam erat tangannya seraya bertekad : 'Masa depanmu bukan disini'.

Tak kulepas genggaman ini, kuperkenalkan kepadanya dunia lain yang lebih baik - setidaknya menurutku, hingga sedikit demi sedikit dia membuka matanya. Meluaskan wawasannya. Kusaksikan perubahan demi perubahan dalam dirinya. Aku tersenyum... Bangga.

Meski tak sedikitpun niatku meninggalkannya, tapi aku adalah manusia biasa. Yang genggamannya tak selalu kuat, yang tak sanggup menjanjikan bahwa 'aku kan selalu ada'. Aku harus pergi, tepat disaat ia berhasil memetik hadiah yang kuyakin itu untukku.

Ya... Aku telah pergi... Tapi aku yakin, aku tak pernah beranjak dari hatimu, dari ingatanmu. Aku tak lagi khawatir akan perjalananmu tanpa aku. Alloh Menyayangimu dengan mengirimkan aku untukmu. Dan akan ada banyak orang yang menyayangimu setelah aku, seolah menggantikanku.

Kini kau tak lagi membutuhkanku, tapi akulah yang membutuhkanmu. Sungguh. Pesanku kepadamu itu, kuharap kan menjelma do'a untukku. Yang amat sangat kuharapkan saat ini.


Aku telah merestuinya sebagai pembelajar sejati yang kukenal. Semoga langit dan bumi pun merestuinya. Dialah cucuku... Sang Pembelajar.


Ttd,
- Grandma -


Jakarta, 05-Apr-16
Inspired from "Merindu-MFR"
READ MORE - Restu